Sabtu, 21 Januari 2012

Pemimpin Sebenarnya

Dua minggu lalu saya meminjam buku teman saya yang judulnya 'Perang Suci'. Tebalnya kira-kira setebal novel Harry Potter 7 tapi tulisannya 2 kali lebih kecil. Buku yang dikarang oleh Karen Amstrong ini bercerita tentang semua perang suci yang pernah dan masih terjadi.  Tapi karena bahasannya yang super super super susah untuk dimengerti dengan otak pas-pasan yang saya punya akhirnya saya cuma bisa mencerna bagian bab yang menceritakan tentang perang Salib yang dipimpin oleh Shalahuddin Al Ayyubi. Bukan karena bagian itu yang paling berdarah atau apa. Hanya saja, dibagian itu saya tertarik untuk membaca deskripsi tentang cara kepemimpinan beliau.


Masa muda pemimpin perang yang paling dikagumi selama perang salib bahkan oleh lawannya tersebut penuh dengan penolakan untuk kembali ikut berperang setelah mengalami trauma fisik saat berperang sebulumnya. Tetapi karena suatu kejadian Shalahuddin diangkat menjadi Khalifah pengganti Nuruddin, khalifah sebelumnya. Setelah diangkat menjadi khalifah, Shalahuddin berubah menjadi pribadi yang bertanggung jawab, arif, adil, bijaksana, sangat taat dalam beribadah dan yang paling penting ikhlas dalam memimpin. Dalam buku tersebut dituliskan walau hebat dalam taktik perang beliau juga sangat pemaaf kepada lawannya. Saat menawan tawanan perang yang cukup banyak, Shalahuddin bahkan melepas mereka dengan tebusan yang sangat sedikit bahkan Shalahuddin membiarkan mereka bebas tanpa membayar jika tawanan tersebut sangat miskin dan tak mampu menebus diri mereka. Selain dalam keahliannya dalam laga perang, Shalahuddin dikenal sebagai khalifah yang sangat sederhanah, beliau juga sangat menyayangi rakyatnya, selalu turun tangan dan tidak bertopang tangan saat rakyatnya membangun kesultanannya, dan tidak pernah meninggalkan rakyatnya kecuali untuk beribadah, beliau sangat memperhatikan kesejahtraan rakyatnya. Dan hal inilah yang menjadi sebab mengapa masyarakat dalam kesultanannya sangat menghormati dan menyayangi beliau.

Yup, saya sangat mengagumi beliau setelah Nabi Muhammad sendiri, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan. Menurut saya beliau adalah sosok pemimpin yang sebenarnya, sederhanah, rajin beribadah pada Allah SWT, dan peduli terahadap rakyat. Hati saya sangat miris saat mengingat pemimpin-pemimpin Indonesia yang jauh dari sosok Shalahuddin Al Ayyubi. Mereka tidak lagi hidup dalam kesederhanaan yang telah dicontohkan oleh nabi Muhammad SAW, bukannya iri melihat gaya hidup mereka yang sangat mewah hanya saja tidakkah para pemimpin memastikan rakyatnya hidup serba berkecukupan dahulu sebalum mereka bisa hidup ala raja? Bukankah mereka harus bertindak adil dalam menyelesaikan suatu perkara tanpa pandang bulu siapa si terdakwa, apakah itu petani, buruh, pejabat, bahkan keluarga sendiri? Bukankah mereka harus ikhlas dalam menjalankan tugasnya sebagai pemimpin yang tidak mengharapkan imbalan yang sangat besar kecuali pahala dari Allah SWT?


Yeah, saat ini bukan hanya tidak ikhlas lagi dalam memimpin banyak orang yang ingin menjadi pemimpin hanya karena gaji yang berlimpah bahkan tega mengeruk uang rakyat untuk kepentingan dirinya sendiri. Bisanya hanya menjanji tetapi tak pernah ditepati. Ada juga pemimpin yang seenak-enaknya dalam menjalankan kekuasaannya membenarkan yang salah, dan menyalahkan yang benar. Bahkan ada yang nyata-nyata sudah terbukti menyelewengkan uang negara tetapi masih juga tak mau mengaku. Rasanya, saya sudah lelah melihat bapak ibu saya yang setengah mati mencari nafkah yang sebagiannya diberikan kepada negara melalui pajak tetapi sebagian besar pajak itu diselewengkan oleh pemimpinnya sendiri, padahal lebih baik jika uang itu dipakai untuk membeli motor baru buat ayah saya yang sudah 10 tahun tidak pernah diganti.

Akh, pemimpin negaraku yang terhormat, tidakkah anda tidak merasa malu dengan semua yang telah anda lakukan? Tidakkah anda merasa berdosa? Saya hanya bisa berdoa semoga uang tidak membutakan mata anda, tak tahu kah anda bahwa uang itu tak dibawa mati?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar